Kwarran Dukun Sukses Gelar Upacara Peringatan Hari Pramuka ke-62 Tingkat Kwarcab Magelang

0


Dalam rangka Peringatan Hari Pramuka ke-62, Kwartir Ranting (Kwarran) Dukun menggelar upacara dengan tema utama “DENGAN PERINGATAN HARI PRAMUKA KE-62, MARI KITA WUJUDKAN SDM YANG PROFESIONAL DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN." Upacara tingkat Kwartir Cabang (Kwarcab) Magelang ini digelar di Lapangan Garonan Banyubiru, Kecamatan
Dukun, Kabupaten Magelang, pada Selasa (29/08/23). 

Peserta upacara terdiri dari golongan siaga dari SD/MI, Penggalang SMP, penegak dari SMA Negeri Dukun dan para pembina di pangkalan. Petugas upacara adalah para Pramuka Penegak SMA Negeri Dukun, sedangkan regu paduan suara adalah Pramuka Penggalang dari SMP Negeri 1 Dukun. Tamu undangan yang hadir antara lain Forkompinda Kabupaten Magelang, Andalan Kwarcab, Mabi dan Ketua Kwarran se-Kabupaten Magelang, Kepala Desa serta Ketua Mabigus se-Kecamatan Dukun. Hadir juga para peserta Jamnas 2023 serta peserta Jambore Dunia di Korea.

 



Sebelum upacara dimulai, tamu undangan dan para peserta upacara disuguhi dengan hiburan kesenian. Tari Soreng yang dibawakan secara kolosal oleh para Pramuka Siaga dan Penggalang dari beberapa SD di Kecamatan Dukun memukau para peserta upacara dan para penonton. Para penari yang berasal dari SDN Banyubiru 1, SDN Banyudono 2, SDN Dukun 2,  SDN Keningar 1, serta  SDN Keningar 2, dengan kompak dan energik menampilkan tari Soreng yang merupakan kesenian tradisional asli Magelang. 



Soreng berasal dari daerah Magelang, tepatnya berada di lereng gunung Merbabu, Merapi dan Andong. Tari Soreng adalah kesenian rakyat yang bercerita tentang prajurit yang sedang melakukan gladen/latihan perang. Mereka adalah prajurit dari Adipati Aryo Penangsang yang merupakan penguasa Kadipaten Jipang Panolan. Nama Soreng sendiri berasal dari peleburan kata sura yang berarti berani dan ing yang memberi pengertian menunjuk pada sesuatu. Kata Suro ditambah ing menjadi suro ing yang kemudian luluh menjadi Soreng. 

Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Kak Nanda Cahya Pribadi hadir mewakili Bupati Magelang bertindak sebagai pembina upacara. Dalam amanatnya, Kak Nanda membacakan sambutan Ketua Kwarnas, Kak Budi Waseso. 

Peringatan Hari Pramuka ke-62 mengajak kita, Gerakan Pramuka untuk meningkatkan sumber daya manusia yang lebih profesional, mencermati sumber daya manusia kita yang ada sekarang ini masih jauh dari yang kita harapkan.

Di samping itu, Wawasan Kebangsaan juga menjadi sangat penting agar nilai-nilai kebangsaan kita tidak luntur, tetap menjunjung Nasionalisme, Cinta Tanah Air dan semangat Bela Negara. Terlebih sekarang akan menghadapi tahun politik, kiranya persatuan dan Kesatuan Gerakan Pramuka harus tetap solid dan menjadi garda terdepan untuk menyuarakan persatuan dan kesatuan.

Harus diakui, jumlah sumber daya manusia yang ada di Gerakan Pramuka, khususnya para Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu, peningkatan jumlah dan Kualitas Pembina serta Pelatih Pembina Pramuka harus terus ditingkatkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kwartir Nasional juga telah menaruh perhatian pada peningkatan Kualitas Gugusdepan-Gugusdepan Pramuka di manapun berada.

Dalam upacara ini juga dilakukan penyerahan tanda penghargaan anggota Pramuka yang telah berprestasi, antara lain pramuka teladan, pancawarsa dan lain-lain.

Upacara diakhiri dengan pertunjukan topeng ireng yang dibawakan oleh ratusan pembina pramuka di kwarran Dukun. Mereka dengan kompak menampilkan kesenian asli Magelang ini.



Seperti yang kita ketahui, Topeng Ireng adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dan berkembang di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Topeng Ireng dahulu dikenal sebagai kesenian Dayakan[1] ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil afiliasi dari kesenian kubro siswo yang menggunakan syair syair sholawatan Gandul Muslimin.

Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng.[3] Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat. Tarian ini sebagai wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri atau pencak silat. Tak heran, Topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak dan lagu dengan syair Islami.

Selain sebagai syiar agama Islam, pertunjukan Topeng Ireng juga menggambarkan tentang kehidupan masyarakat pedesaan yang tinggal di lereng Menoreh. Dari gerakannya yang tegas menggambarkan kekuatan fisik yang dimiliki oleh masyarakat desa saat bertarung maupun bersahabat dengan alam guna mempertahankan hidupnya.

Sebelum dikenal dengan nama Topeng Ireng, seni pertunjukan ini dikenal dengan nama kesenian Dayakan. Hal ini bukan tanpa alasan, nama Dayakan ini didasarkan pada kostum yang digunakan oleh para penari. Busana bagian bawah yang digunakan oleh para penari menyerupai pakaian adat suku Dayak. Sekitar tahun 1995, kata Dayakan dinilai mengandung unsur SARA, kemudian kesenian ini diubah menjadi kesenian Topeng Ireng. Namun, sejak tahun 2005 nama Dayakan dipopulerkan lagi sehingga menjadikan kesenian ini dikenal dengan dua nama, Topeng Ireng dan Dayakan.



Ketua Kwarran Dukun, Kak Slamet Nuryadi, S. Pd., merasa bangga dengan pelaksanaan upacara ini.

“Alhamdulillah, atas kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, pelaksanaan upacara ini berlangsung sukses. Apresiasi dan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan upacara tingkat kabupaten ini.”

Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh Forkompincam, Puskesmas Dukun, pemerintah dan Linmas Desa Banyubiru, masyarakat Garonan, DKR dan Andalan Kwarran Dukun, serta semua gugus depan yang ada di Kecamatan Dukun. 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
Gerakan Pramuka Kwartir Ranting XI-08-14 Kecamatan Dukun